Batang Hari, Sigap91News.com – Dugaan adanya oknum perangkat Desa Sungai Baung, Kecamatan Muara Bulian, yang tidak lagi aktif namun diduga melakukan pemalsuan tanda tangan kepala desa, kini menjadi sorotan. Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran serius yang berpotensi melanggar hukum, Kamis (16/01/2025).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, seorang perangkat desa berinisial DD disebut-sebut sudah cukup lama tidak aktif di kantor desa.

“Hampir setiap hari saya tidak melihat DD datang ke kantor desa. Kemungkinan besar dia sudah tidak bekerja di sana,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Rabu (15/01).

Sementara itu, DD yang diduga tidak lagi aktif di kantor desa serta diduga memalsukan tanda tangan kepala desa, memberikan klarifikasi kepada awak media di kediamannya.

“Sampai Desember 2024, saya masih menandatangani berbagai urusan di desa ini. Artinya, saya masih aktif sebagai perangkat desa Sungai Baung. Jika ada yang mengatakan saya sudah tidak aktif, itu hanya isu dari oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegas DD, Kamis (16/01).

Menanggapi hal ini, Kepala Desa Sungai Baung, RW, menyampaikan keprihatinannya atas dugaan tersebut.

“Berdasarkan data yang ada, tindakan yang dilakukan DD terjadi pada tahun 2023. Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang di masa mendatang,” ujar RW.

RW juga menegaskan bahwa secara administratif, DD memang masih tercatat sebagai perangkat desa.

“Namun, secara fisik dia sudah jarang hadir di kantor desa, padahal tugasnya sebagai kepala kantor sangat penting. Kami sudah melayangkan surat peringatan sebanyak tiga kali, terakhir pada Desember 2024, serta telah melaporkan hal ini ke pihak berwenang. Namun, hingga kini kami belum menerima balasan atau informasi resmi dari pihak terkait,” jelasnya.

Terkait dugaan pemalsuan tanda tangan, pakar hukum Ahmad Iqbal, S.H., M.H., menjelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun.

“Selain itu, pemalsuan tanda tangan dalam dokumen resmi diatur dalam Pasal 264 KUHP, yang dapat dijatuhi pidana penjara maksimal delapan tahun. Bahkan dalam konteks digital, pemalsuan tanda tangan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 51 ayat (1), dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda maksimal Rp12 miliar,” jelasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, kasus dugaan pemalsuan tanda tangan ini masih dalam tahap penyelidikan oleh pihak terkait.

Reporter: Bambang Siswanto
Editor: [Tim Redaksi]

Bagikan