Batanghari, Sigap91news.com — Aroma janggal kembali menyeruak dari proyek pembangunan di lingkungan Markas Komando Distrik Militer (Kodim). Deretan proyek bernilai miliaran rupiah yang bersumber dari APBD Kabupaten Batanghari kini disorot publik, menyusul munculnya indikasi penggunaan material tidak sesuai spesifikasi standar pemerintah.
Pantauan di lapangan menunjukkan, rangka baja ringan bermerek Trendy ukuran 75.65 digunakan pada bangunan utama Kantor Makodim, Rumah Dinas Dandim, Kasdim, dan perwira staf.
Penggunaan material tersebut diduga tidak sesuai spek sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 22/PRT/M/2018 tentang Standar Teknis Bangunan Gedung Negara.
Lebih mencolok lagi, tiga titik plafon Kantor Makodim yang dibangun pada tahun 2022 nyaris amblas, memperkuat dugaan lemahnya pengawasan teknis dari instansi terkait.
Berdasarkan data resmi LPSE Kabupaten Batanghari, proyek-proyek tersebut mencakup: pembangunan Kantor Makodim Batanghari tahun 2022 yang dilaksanakan oleh CV. Gapura Construction dengan pagu anggaran Rp 4.000.046.724,00 dan harga terkoreksi Rp 3.913.335.193,55. Proyek ini termasuk dalam satuan kerja Dinas PUTR Kabupaten Batanghari dengan status selesai.
Selanjutnya rehabilitasi Rumah Dinas Dandim Type 120 tahun 2023 oleh CV. Karya Putra Bungsu dengan nilai kontrak Rp 694.907.793,34, pengawasan oleh CV. Rekacipta Teknik Konsultan, dan status selesai. Kemudian pembangunan Rumah Dinas Kasdim dan Perwira Staf Kodim tahun 2023 oleh CV. Akbar Putra Jaya dengan nilai kontrak Rp 1.816.946.122,66 dan pengawasan oleh CV. Rekacipta Teknik Konsultan, juga berstatus selesai.
Kepala Dinas PUTR Batanghari, Windra, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Selasa (4/11/2025), menyampaikan bahwa seluruh proyek tersebut telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak ditemukan adanya temuan. “Sudah diperiksa BPK tahun sebelumnya, tidak ada temuan. Nanti juga akan diperiksa lagi tahun ini kalau pekerjaan sudah selesai. Konfirmasi sebelum naik berita, bukan setelah kamu tuduhkan seolah ngerti teknis. Silakan saja, ada hak jawab yang bisa Kodim atau PU lakukan nanti,” tulis Windra singkat.
Pernyataan itu justru menimbulkan pertanyaan baru: apakah tidak adanya temuan BPK otomatis meniadakan potensi kesalahan teknis dan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan proyek daerah? Dalam konteks hukum tata negara, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan bahwa setiap pejabat pengelola keuangan negara bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Sedangkan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut bahwa setiap penyelenggara pemerintahan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Artinya, meski telah diperiksa BPK, tanggung jawab etis dan administratif Kadis PUTR tidak serta-merta gugur, terlebih bila di lapangan masih ditemukan indikasi penyimpangan spesifikasi dan kualitas bangunan yang berpotensi membahayakan aset negara.
Dalam hal ini, publik berhak mengetahui ke mana arah anggaran daerah yang diklaim telah berjalan sesuai aturan, namun di sisi lain meninggalkan tanda tanya besar pada kualitas hasil pekerjaan.
Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memiliki peran vital melakukan kontrol sosial dan pengawasan publik terhadap jalannya pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan fungsi pers untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Maka, pemberitaan kritis terhadap proyek pemerintah bukanlah bentuk tuduhan, melainkan bagian dari tanggung jawab moral jurnalis untuk memastikan uang rakyat digunakan sebagaimana mestinya.
Hingga berita ini diterbitkan, publik masih menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum dan lembaga pengawas teknis terhadap dugaan kejanggalan proyek pembangunan di lingkungan Kodim Batanghari tersebut.
Sebab di atas kertas semua tampak sempurna, namun di lapangan fakta berkata lain: plafon nyaris amblas, rangka baja tak sesuai standar, dan kualitas bangunan negara yang seharusnya menjadi kebanggaan justru menyisakan tanda tanya besar.(Tim Redaksi)**







