Sigap91news.com, Batanghari – Polemik yang mendera Kepala Desa Simpang Kilangan, Muhammad Syaipul Anuwar, SE, memasuki babak baru. Setelah ramai pemberitaan yang menyinggung dugaan korupsi, proyek desa yang konon belum dibayar, hingga isu lonjakan kekayaan pribadi, Datuk Kades akhirnya memutuskan angkat bicara. Klarifikasi resmi dilontarkan di hadapan awak media sebagai bentuk hak jawab sekaligus upaya meredam kegaduhan publik. Senin (07/07)
“Benar, saya pernah dipanggil Tipikor Polres Batanghari terkait laporan pembangunan tahun 2023. Saya kooperatif hadir dan memberikan keterangan. Namun perlu saya sampaikan, pembangunan 2023 itu sudah menjadi sampel pemeriksaan Inspektorat Batanghari, dan alhamdulillah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sudah keluar, tidak ada temuan kerugian negara. Saya tidak pernah tersangkut masalah hukum,” tegas Syaipul, berbicara lugas dalam suasana yang sempat tegang.
Lebih jauh, Kades yang berlatar belakang wirausaha itu menepis isu liar soal proyek desa yang belum dibayar. Ia memastikan seluruh kegiatan fisik Desa Simpang Kilangan pada 2023 dan 2024 telah selesai dan tuntas secara administrasi. “Semua sudah serah terima. Tidak ada masyarakat yang komplain soal pembayaran. Sistem kita sudah berbasis partisipasi publik. Anggaran dikelola secara swakelola oleh masyarakat sendiri lewat TPK (Tim Pelaksana Kegiatan). Kalau pun ada rumor, saya rasa itu tidak benar,” ujarnya.
Sorotan tajam publik juga tertuju pada kabar meningkatnya harta kekayaan sang kades. Ditanya soal itu, Muhammad Syaipul Anuwar memilih terbuka, namun tetap menegaskan batas-batas privasi. “Saya ini bukan PNS, saya dari swasta. Sebelum menjabat Kades, saya punya kebun sawit, kebun karet, usaha lainnya. Saya tidak mungkin jelaskan rinci nilai harta saya karena sifatnya pribadi. Yang jelas, tidak ada kaitannya dengan dana desa.”
Isu hukum yang menyeret pejabat desa memang menjadi atensi nasional belakangan ini, apalagi di tengah pengawasan ketat implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU tersebut secara tegas mengamanatkan agar pengelolaan dana desa dilakukan transparan, akuntabel, serta berbasis musyawarah desa sebagai wujud good governance. “Kami sadar bahwa kami tunduk pada UU Desa, juga tunduk pada audit Inspektorat maupun APH. Saya siap kapan saja jika diminta klarifikasi,” ucap Kades Syaipul.
Di sisi lain, pria berkacamata ini mengaku terpukul secara psikologis akibat pemberitaan yang menurutnya muncul tanpa konfirmasi resmi. “Terus terang, saya shock. Keluarga saya, istri, anak, bahkan saya sendiri sakit beberapa hari ini karena tekanan pemberitaan. Saya tidak anti media. Namun saya mohon kawan-kawan pers jalankan tugas jurnalistik sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni hak jawab dan kewajiban verifikasi sebelum tayang. Kalau saya salah, silakan diungkap, tapi beri kami ruang klarifikasi,” pintanya.
Sebagai pejabat publik, Syaipul mengakui dirinya tak kebal kritik. Namun ia berharap pemberitaan ke depan dapat lebih proporsional dan mendidik, demi menjaga kondusifitas pemerintahan desa. “Kami ini ujung tombak negara di akar rumput. Kalau setiap hari digempur isu tanpa verifikasi, bagaimana kami bekerja membangun desa? Saya tetap berkomitmen untuk menjalankan amanah membangun Desa Simpang Kilangan. Itu tugas saya sesuai undang-undang,” pungkasnya dengan nada tegas.
Dengan pernyataan ini, Kades Simpang Kilangan berharap polemik yang mencuat segera menemukan titik terang, sekaligus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak bahwa prinsip transparansi dan keterbukaan informasi publik harus dijalankan beriringan dengan etika jurnalistik yang profesional.(Red)**






