Muara Bulian, Sigap91News.com – Polemik pengadaan lahan seluas 21.202 meter persegi untuk pembangunan Kantor Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Kabupaten Batanghari mencuat menjadi perhatian publik. Proses pembelian tanah senilai lebih dari Rp 2,7 miliar ini melibatkan nama M. Ali Abi, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris DPRD Batanghari. Sejumlah pertanyaan publik mencuat, mulai dari isu tata ruang, status kepemilikan lahan, hingga dugaan proses yang dinilai tidak transparan. Namun, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Batanghari memastikan seluruh tahapan pengadaan tanah telah dilaksanakan sesuai aturan perundang-undangan.
Dalam wawancara eksklusif bersama Sigap91News pada Kamis, 10 Juli 2025, Kepala Dinas Perkim Batanghari, Abdul Somad, ST, menjelaskan bahwa pengadaan lahan untuk kepentingan pembangunan kantor Damkarmat sudah mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Selain itu, proses juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 sebagai perubahan atas PP Nomor 19 Tahun 2021, serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021.
Abdul Somad menuturkan, pengadaan lahan dimulai dari adanya surat permohonan atau proposal dari OPD yang membutuhkan tanah. Dinas Perkim kemudian melakukan serangkaian tahapan mulai dari perencanaan, survei lapangan, konsultasi dengan Dinas PUPR terkait kesesuaian tata ruang, hingga koordinasi dengan berbagai pihak seperti Kantor ATR/BPN, Bagian Hukum Setda, Kejaksaan Negeri Batanghari, dan Inspektorat Kabupaten Batanghari. Ia memastikan, tidak ada tahapan yang dilewati begitu saja. “Semua proses pengadaan tanah dilakukan secara transparan, terukur, dan sesuai regulasi. Kami tidak mengambil keputusan sendiri,” ujar Somad.
Menjawab isu yang menyebut lahan tersebut tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Abdul Somad mengakui bahwa awalnya memang terdapat perbedaan peruntukan, karena lahan berada di wilayah yang sebelumnya masuk dalam zona perkebunan. Namun, Dinas Perkim secara resmi telah meminta rekomendasi ke Dinas PUPR dan telah menerima surat rekomendasi kesesuaian tata ruang yang memperbolehkan lokasi tersebut dipergunakan untuk pembangunan kantor. “Kami tidak melangkah tanpa dasar. Rekomendasi tertulis dari PUPR menjadi pedoman kami,” jelasnya.
Terkait kabar adanya pemaksaan dari pihak tertentu agar lahan milik M. Ali Abi dibeli oleh pemerintah, Somad menegaskan bahwa pihaknya tidak menemukan dokumen ataupun bukti yang menunjukkan adanya tekanan atau paksaan. “Sejauh ini, kami tidak menemukan bukti adanya pemaksaan dari Pak M. Ali Abi. Semua berjalan sesuai prosedur,” tegasnya.
Dalam pertemuan terpisah, M. Ali Abi juga memberikan klarifikasinya kepada Sigap91News. Ia menyatakan bahwa sebagai warga negara, dirinya berhak menjual tanah miliknya, apalagi memiliki sertifikat sah atas nama dirinya sendiri. Ia juga membantah adanya kepentingan pribadi dalam penjualan tanah tersebut. “Tanah itu milik saya pribadi. Sertifikat atas nama saya. Proses penjualan dilakukan sesuai ketentuan. Pemerintah membeli tanah saya setelah melalui penilaian KJPP. Saya tidak pernah memaksa siapa pun untuk membeli tanah tersebut,” ujar M. Ali Abi.
Menyoal kabar adanya dua sertifikat yang tumpang tindih di lokasi tanah, Abdul Somad memastikan bahwa hasil pengukuran ulang yang dilakukan ATR/BPN tidak menemukan adanya tumpang tindih sertifikat. “Kami sudah melakukan overlay peta bidang dan turun langsung ke lapangan bersama BPN. Hasilnya, tidak ditemukan sertifikat ganda atau lahan yang saling tumpang tindih,” ucap Somad.
Abdul Somad juga menerangkan, nilai pembelian tanah ditetapkan secara independen oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), bukan hasil negosiasi antara pemerintah dengan pemilik tanah. “Kami tidak menetapkan harga tanah sendiri. Semua nilai diambil dari hasil penilaian KJPP. Kalau pemilik tanah setuju dengan harga itu, barulah proses lanjut ke pembayaran. Jika tidak setuju, pemilik tanah berhak menolak,” terangnya.
Terkait dugaan adanya laporan ke pihak kepolisian, Abdul Somad mengaku tidak pernah menerima surat panggilan resmi dari Polres Batanghari terkait persoalan lahan tersebut. Ia juga menyatakan tidak mengetahui adanya dugaan pemberian upeti kepada pihak-pihak tertentu. “Kami bekerja sesuai aturan. Tidak ada yang kami sembunyikan. Semua proses didokumentasikan dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Proses pembayaran ganti rugi tanah juga, lanjut Somad, dilakukan dengan sangat ketat. Dinas Perkim menyiapkan seluruh dokumen, termasuk SK Tim Skala Kecil, hasil ukur BPN, SK Penlok, berita acara penetapan ganti kerugian, alas hak, rekening pemilik tanah, hingga kwitansi pembayaran. Semua dokumen diverifikasi berlapis hingga ke BAKEUDA sebelum pencairan dilakukan. Bahkan, dibuat akta pelepasan hak atas tanah di hadapan notaris sebagai bentuk kepastian hukum.
Saat ini, meski lahan telah dibeli, Abdul Somad menjelaskan bahwa Pemkab Batanghari belum melakukan pembangunan apa pun di atas lahan tersebut, dan baru sebatas pematokan batas lahan. Terkait keberlanjutan pembangunan kantor Damkarmat, Somad menyebut Pemkab Batanghari masih menyesuaikan dengan kondisi anggaran daerah.
Meski isu ini sempat menjadi perbincangan hangat, Abdul Somad menekankan bahwa Dinas Perkim Batanghari berkomitmen menjalankan seluruh proses pengadaan tanah secara transparan, sesuai regulasi, dan mengutamakan kepentingan masyarakat. “Kami tidak ingin mengambil risiko. Setiap proses harus sesuai aturan. Kami tidak mau negara dirugikan karena kelalaian atau kesalahan prosedur,” tutup Somad.
Persoalan lahan untuk pembangunan kantor Damkarmat Batanghari kini memasuki babak baru. Publik menanti kelanjutan pembangunan fasilitas publik ini sembari berharap seluruh proses tetap berjalan sesuai hukum, terbuka, dan demi kepentingan masyarakat banyak.
(Redaksi)**







