Muara Bulian, Senin 2 Juni 2025 – sigap91news.com
Ironi itu nyata di Batang Hari. Jalan Jenderal Sudirman—tepat di depan Kantor Bupati dan berdekatan dengan jembatan menuju Kantor Bekauda—justru menyuguhkan pemandangan yang tak layak disebut sebagai “wajah kota”. Lubang besar menghiasi aspal, permukaan jalan bergelombang, dan ruas jembatan tua yang sempit nyaris tidak layak menampung arus kendaraan harian.
Yang lebih memprihatinkan, area ini juga berada di dekat Taman Kota, tempat anak-anak dan keluarga sering berkumpul terutama saat malam. Penerangan minim dan tidak ada rambu pengaman yang memadai, membuat suasana rawan kecelakaan. “Kalau malam, itu jalan benar-benar horor. Banyak anak-anak main di taman, tapi jalan di depannya kayak jebakan,” ujar Tomi, warga Muara Bulian, Senin (2/6/2025).
Meski jembatan yang berada di titik tersebut tergolong tua, secara struktur masih terlihat kokoh. Namun persoalan utamanya bukan pada pondasi, melainkan aspal yang rusak parah dan sempitnya jalur lalu lintas, terutama ketika truk-truk besar melintas.
“Jembatannya masih berdiri, tapi jalannya rusak berat. Nggak ngerti kenapa nggak ada upaya serius. Ini di pusat pemerintahan loh, bukan di pelosok,” tambah Tomi.
Fakta bahwa jalan ini adalah akses utama ke pusat pemerintahan, ekonomi, dan ruang publik justru mempermalukan institusi yang seharusnya menjaganya. Kerusakan yang tak ditangani bisa berujung bencana—dan itu bukan sekadar spekulasi, karena sudah banyak warga yang nyaris jadi korban.
“Sering nyaris jatuh, apalagi malam. Lubang-lubangnya dalam, lampu penerangan gelap, dan kendaraan besar lewat terus. Gimana mau aman?” cetus Tomi dengan nada kesal.
Situasi ini bukan hanya soal estetika kota—ini menyangkut keselamatan publik dan pertanggungjawaban hukum. Berdasarkan:
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 273 ayat (1):
“Setiap penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki kerusakan jalan yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dapat dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta.”
Bila kerusakan jalan menyebabkan korban luka berat atau meninggal dunia, bisa dikenakan Pasal 273 ayat (2) hingga (4) dan bahkan Pasal 360 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun.
Sayangnya, kerusakan di pusat kota ini berlangsung tanpa respons cepat yang layak. Penanganan jalan strategis yang seolah dibiarkan rusak menjadi cerminan bagaimana keselamatan rakyat tidak lagi menjadi prioritas. Dan ketika masyarakat mulai bersuara, itu karena kesabaran mereka sudah habis.
“Kalau ini di depan rumah dinas pejabat, yakin besoknya langsung diaspal mulus. Tapi karena rakyat yang lewat, dibiarkan seperti ini. Di mana letak keadilan dan kepedulian?” tandas Tomi dengan nada kecewa.
Pemerintah dan pihak terkait perlu menyadari: kerusakan infrastruktur bukan sekadar catatan teknis, melainkan cermin kehadiran negara. Jangan tunggu korban baru bertindak. Bertindak sekarang adalah harga mati.
sigap91news.com akan terus mengawal isu ini sebagai bagian dari kontrol sosial dan suara bagi keselamatan warga Batang Hari.







