Batang Hari, 17 Oktober 2025 — Dunia jurnalistik di Kabupaten Batang Hari kembali diguncang oleh pernyataan kontroversial yang keluar dari mulut Humas PT Delimuda Perkasa (DMP), Bakorian Sihotang.

Dalam sesi konfirmasi bersama sejumlah awak media, Humas perusahaan yang kini berstatus sita oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia itu justru tampil arogan dan melecehkan profesi wartawan dengan ucapan yang dinilai mencederai etika publik dan nilai hukum negara.

Awalnya, Bakorian dikonfirmasi terkait dugaan penganiayaan terhadap seorang warga yang dituduh mencuri di kebun perusahaan.

Namun, alih-alih memberikan klarifikasi sesuai koridor hukum, Bakorian justru berkelit dengan nada tinggi dan membenarkan tindakan kekerasan di lapangan. “Kalau kebun dicuri, masa dibiarkan saja? Kalau mencuri di kebun yang bukan miliknya, apakah tindakan itu dibenarkan?” ucapnya dengan nada meninggi.

Pernyataan itu langsung memancing pertanyaan lanjutan dari awak media terkait dugaan tindakan main hakim sendiri oleh pihak keamanan kebun. Bukannya menenangkan suasana, Bakorian malah melontarkan kalimat yang dinilai provokatif, kasar, dan tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat humas perusahaan besar.

“Saya doakan mudah-mudahan suatu waktu rumahmu dirampok, terus kau sendiri nangkap perampoknya. Nanti kita lihat reaksimu,” ujarnya kepada salah satu wartawan dengan ekspresi menantang.

Tak berhenti di situ, Bakorian juga merendahkan profesi jurnalis dengan ucapan yang dianggap melecehkan harkat insan pers.

“Sudahlah bos, aku udah paham mainan kalian. Kalian cuma media seratus ribu. Urusan sama kalian cuma urusan duit. Udah bosan aku berurusan sama orang kayak kalian,” katanya lantang.

Bahkan dengan nada sinis, ia menutup pembicaraan dengan kalimat yang semakin mempermalukan dirinya sendiri: “Udah ah, gak usah bacot. Sama aja perangai kalian semua media abal-abal. Berisik ah, ada ni cepek mau.”

Ucapan tersebut sontak menimbulkan kecaman keras dari kalangan media di Kabupaten Batang Hari. Para jurnalis menilai sikap Bakorian tidak hanya melecehkan profesi wartawan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip hukum dan tatanegara yang menjamin kemerdekaan pers serta hak asasi setiap warga negara.

Tomy, wartawan senior di Kabupaten Batang Hari, menegaskan bahwa ucapan Humas PT DMP itu merupakan bentuk penghinaan terhadap profesi pers dan mencerminkan rendahnya pemahaman hukum seorang pejabat humas.

“Seorang humas seharusnya menjadi jembatan komunikasi antara perusahaan dan publik. Bukan malah memperkeruh suasana dengan kata-kata kasar. Ucapannya bukan hanya tidak pantas, tapi juga melanggar nilai hukum dan etika yang dijamin oleh konstitusi negara,” tegas Tomy.

Tomy mengingatkan bahwa dalam tatanegara Indonesia, setiap warga negara memiliki hak dan perlindungan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Ia juga menegaskan bahwa tindakan penganiayaan terhadap siapa pun tidak bisa dibenarkan dan termasuk dalam pelanggaran serius terhadap KUHP Pasal 351 tentang penganiayaan.

Sementara itu, pernyataan Humas PT DMP yang menghina dan mengolok profesi wartawan juga berpotensi melanggar Pasal 310 dan 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, serta Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) apabila ucapan tersebut disebarluaskan dan menimbulkan keresahan publik.

Selain aspek hukum, perilaku Bakorian juga mencoreng nilai profesionalisme kehumasan sebagaimana diatur dalam Kode Etik Public Relations Indonesia (Perhumas), yang mewajibkan setiap praktisi humas untuk menjaga integritas, menghormati media, dan menghindari segala bentuk komunikasi yang dapat merusak hubungan dengan publik.

Sikapnya dianggap sebagai arogansi korporasi yang mencerminkan hilangnya nilai moral dan tanggung jawab sosial perusahaan di tengah persoalan hukum yang sedang dihadapi.

Tomy menegaskan bahwa aparat penegak hukum tidak boleh diam terhadap pernyataan seperti itu. “Negara ini berdiri di atas hukum, bukan di atas kesombongan korporasi. Bila seorang humas bisa berbicara seenaknya kepada wartawan, ini bukan sekadar masalah etika, tapi sudah masuk ranah hukum dan pelecehan terhadap kebebasan pers yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” katanya dengan nada tegas.

Pernyataan Humas PT DMP ini kini menjadi sorotan tajam publik Batang Hari dan kalangan media nasional.

Banyak pihak menilai bahwa ucapan Bakorian Sihotang merupakan cermin buram dari wajah perusahaan yang kehilangan kontrol, kehilangan empati, dan gagal menjaga kehormatan institusi di mata masyarakat.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak manajemen PT DMP belum memberikan klarifikasi resmi atas sikap dan ucapan Humas-nya yang telah mencoreng citra perusahaan di hadapan publik.(Rudhi)**

Bagikan