Muara Bulian, 15 Oktober 2025 – Suara perubahan kini menggema keras dari balik jeruji besi. Di saat sebagian orang masih menaruh curiga pada dunia pemasyarakatan, Lapas Kelas IIB Muara Bulian justru tampil sebagai pelopor revolusi moral: menegakkan lapas tanpa pungli, tanpa kompromi, tanpa ampun.

Di bawah kepemimpinan Kalapas M. Ilham Santoso Sahdani, semangat integritas kini menjadi napas baru di setiap sudut lapas. Dengan lantang ia menegaskan:

“Tidak ada ruang bagi pungli di sini! Petugas atau warga binaan yang coba bermain kotor, akan berhadapan langsung dengan aturan dan hati nurani. Kami tidak hanya bicara disiplin — kami buktikan!”

Gerakan “Stop Pungli, Harga Mati!” bukan sekadar slogan yang menempel di dinding. Ini adalah perang melawan kebiasaan lama, perang melawan bayang-bayang ketidakadilan, perang untuk mengembalikan makna kata pemasyarakatan itu sendiri.

Setiap hari, petugas diperiksa, pelayanan diawasi, dan sistem dibuat transparan. Laporan dari masyarakat kini langsung diproses lewat saluran pengaduan terbuka — tanpa “uang pelicin”, tanpa titipan.

“Semua sudah berubah. Kami kirim surat, kirim makanan, semua lewat sistem. Tidak ada lagi main belakang. Rasanya seperti hidup di tempat baru,” ungkap seorang warga binaan dengan mata berkaca.

Suasana lapas pun kini berbeda. Tak ada lagi wajah tegang di ruang tunggu kunjungan. Keluarga warga binaan datang dengan hati tenang. Fitri, salah satu ibu yang setiap minggu menjenguk anaknya, menuturkan dengan nada terharu:

“Dulu kami khawatir harus keluar uang untuk urusan kecil. Sekarang, petugasnya sopan, terbuka, dan membantu. Kami merasa dihargai… bukan diperas.”

Di luar pagar besi, gema perubahan ini menggugah banyak pihak. Para keluarga warga binaan berharap program ini tak berhenti di tengah jalan.

“Kalau lapas benar-benar bersih dari pungli, anak-anak kami di dalam bisa fokus memperbaiki diri. Itu yang kami harapkan,” ujar seorang keluarga narapidana.

Kalapas Ilham tahu, membangun sistem tanpa pungli bukan pekerjaan sehari. Tapi ia yakin, reformasi dimulai dari keberanian kecil yang dijaga setiap hari.

“Integritas tidak bisa dibeli. Ia lahir dari ketegasan dan kejujuran. Kami ingin Lapas Muara Bulian jadi cermin bahwa perubahan itu nyata, bukan omong kosong,” tegasnya menutup dengan tatapan tajam.

Kini, Lapas Kelas IIB Muara Bulian berdiri sebagai simbol harapan baru — tempat di mana hukum ditegakkan dengan hati, dan keadilan berjalan tanpa bayaran.

Sebuah bukti bahwa di balik jeruji, ada nurani yang sedang bangkit.
Dan dari Muara Bulian, gema itu kini mulai mengguncang seluruh penjuru Jambi.(Redaksi)**

Bagikan