Batang Hari, Jambi — Program nasional senilai ratusan juta rupiah yang digulirkan Kementerian Pertanian RI untuk mendukung peningkatan produktivitas petani melalui skema Optimasi Lahan Rawa (Oplah) di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, kini tengah disorot tajam. Dugaan penyimpangan dalam penyaluran bantuan tersebut mencuat ke permukaan, menyusul laporan dari warga dan dokumentasi lapangan yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pelaksanaan teknis dengan tujuan program.

Bantuan tersebut disalurkan kepada Gapoktan Cinto Hidup Sejahtera yang berlokasi di Desa Sengkati Gedang, Kecamatan Mersam, melalui DIPA Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2024 yang dikelola oleh Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten Batang Hari. Nilai bantuan tercatat mencapai Rp120.303.000 (seratus dua puluh juta tiga ratus tiga ribu rupiah) dengan volume kegiatan pengolahan lahan seluas 133,67 hektare, termasuk dukungan 8 unit handtractor R2 dan rotari, serta distribusi dolomit untuk perbaikan struktur tanah.

Namun berdasarkan investigasi awal redaksi dan informasi yang telah diverifikasi dari berbagai sumber di lapangan, ditemukan sejumlah indikasi yang mengarah pada dugaan penyimpangan distribusi dan pemanfaatan bantuan. Sejumlah petani menyatakan tidak mendapatkan penjelasan atau pendampingan terkait alokasi bantuan yang semestinya mereka terima. Bahkan, beberapa titik lokasi dilaporkan terdapat tumpukan dolomit yang terbengkalai dan tidak digunakan, di antaranya di sekitar kawasan Simpang TSM Pematang Gadung.

Kami tidak tahu dolomit ini sebenarnya untuk siapa. Diturunkan ke kebun, tapi tak ada sosialisasi, tak jelas jatah tiap petani berapa. Bahkan ada yang tidak tersentuh sama sekali,” ujar salah satu petani yang namanya dirahasiakan, namun bersedia memberikan data lapangan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih jauh, pihaknya juga mempertanyakan transparansi pengelolaan alat mesin pertanian (alsintan) yang diserahkan. Delapan unit traktor yang dialokasikan, menurut beberapa warga, tidak dimanfaatkan secara merata oleh seluruh anggota kelompok tani, bahkan sebagian diduga tidak diketahui keberadaannya oleh petani penerima manfaat.

Analisis Potensi Kerugian Negara dan Aspek Hukum

Apabila dugaan penyimpangan dalam program ini benar terjadi, maka terdapat potensi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, utamanya:

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 3: Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.

Ancaman hukuman: Penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Permenkeu RI No. 168/PMK.07/2022 tentang Pelaksanaan Tugas Pembantuan, mengatur tata kelola, tanggung jawab pelaksana, serta pengawasan dana pusat yang dialokasikan melalui pemerintah daerah.

UU RI No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mengamanatkan bahwa penggunaan dana publik wajib dipertanggungjawabkan secara transparan kepada masyarakat.

Dengan situasi ini, masyarakat menuntut agar audit investigatif segera dilakukan oleh Inspektorat Daerah, dan bila perlu dilanjutkan ke aparat penegak hukum (APH) seperti Kejaksaan Negeri Batang Hari dan Kepolisian. Audit fisik lapangan dan keabsahan laporan administrasi harus dikroscek untuk memastikan bahwa tidak terjadi kerugian negara dan kecurangan dalam pelaksanaan program.

Tuntutan Masyarakat: Audit Independen dan Sanksi Tegas Jika Terbukti

Warga Desa Sengkati Gedang, khususnya para petani aktif, kini menuntut dua hal penting:

1. Audit menyeluruh terhadap realisasi fisik bantuan, termasuk pengecekan alat, distribusi dolomit, dan pelaporan kegiatan.

2. Transparansi terbuka dari dinas teknis dan kelompok penerima manfaat terhadap hasil kegiatan dan pertanggungjawaban penggunaan bantuan.

Kami tak ingin program pemerintah yang bagus ini dikotori oleh oknum. Kalau benar ada penyimpangan, harus ditindak secara hukum. Kami siap bantu data,” tegas seorang tokoh tani setempat.

Program pertanian seharusnya menjadi tulang punggung kemandirian desa dan peningkatan ekonomi petani. Namun bila terjadi penyimpangan, maka kepercayaan publik dan kredibilitas program nasional dapat runtuh.

Redaksi menegaskan bahwa seluruh informasi dalam laporan ini telah melalui proses konfirmasi berlapis, serta tidak menyebut identitas sumber demi alasan perlindungan dan keselamatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Kode Etik Jurnalistik.

📍 Tim investigasi akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan membuka ruang konfirmasi lebih lanjut kepada pihak-pihak terkait.

Bagikan