Batang Hari — Sigap91News.com
Dunia maya kembali diguncang kabar heboh yang membuat publik terbelalak. Sebuah postingan viral di akun Facebook facebook.com/share/p/19Zobe3a1k mengungkap bahwa sejumlah Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Batang Hari tengah dipanggil dan diperiksa oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Muara Tembesi.
Pemeriksaan itu dilakukan terkait dugaan korupsi proyek pembuatan website desa yang menggunakan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2024.
Dalam unggahan yang kini menyebar luas dan menjadi perbincangan panas di dunia maya tersebut, disebutkan bahwa setiap desa di wilayah Batang Hari menganggarkan sekitar Rp15 juta untuk proyek pembuatan website yang dikerjakan oleh perusahaan bernama CV Jago Rakso. Namun hasil yang ditampilkan di dunia digital justru membuat publik geleng-geleng kepala.
Website desa yang dibangun dengan dana cukup besar itu dinilai terlalu sederhana, tidak profesional, bahkan menyerupai template gratisan yang mudah ditemukan di internet.
Postingan ini langsung meledak di media sosial. Ribuan netizen membanjiri kolom komentar dengan beragam tanggapan pedas, mulai dari sindiran hingga tuntutan agar kejaksaan mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut. Beberapa warganet menyebut proyek ini hanya akal-akalan untuk menghabiskan Dana Desa tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.
“Website-nya seperti buatan anak magang, tapi anggarannya belasan juta. Kalau begini terus, Dana Desa bisa habis sebelum desa maju,” tulis salah satu akun yang ikut mengomentari postingan itu.
Sementara itu, salah satu Kepala Desa yang turut diperiksa oleh pihak Kacabjari membenarkan adanya pemanggilan tersebut.
Ia menyebut pemeriksaan baru sebatas klarifikasi mengenai asal-usul proyek dan aliran dana yang digunakan untuk membangun website desa. “Insya Allah kami para Kades aman. Yang sedang ditelusuri justru orang Kecamatan, Dinas PMD, dan pihak perusahaan. Kami hanya menjalankan sesuai arahan dari atas,” ungkapnya saat dikonfirmasi awak media.
Keterangan tersebut memperkuat dugaan adanya “proyek titipan dari atas” yang disusupkan ke dalam APBDes atas perintah pihak tertentu. Para Kades disebut tidak memiliki kewenangan penuh dalam menentukan pelaksana kegiatan, karena proyek tersebut sudah datang dengan paket siap jalan, termasuk penunjukan pihak pelaksana dan nilai anggarannya. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik mengenai sejauh mana intervensi birokrasi terhadap kemandirian pemerintah desa.
Isu ini bukan hanya mengguncang ruang publik, tetapi juga menampar keras wajah tata kelola pemerintahan di tingkat desa. Dana Desa yang sejatinya diperuntukkan bagi pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi lokal, justru diduga diselewengkan untuk proyek formalitas tanpa dampak langsung. Masyarakat menilai bahwa pembangunan website seharusnya menjadi bagian dari digitalisasi desa yang transparan, bukan sekadar alat seremonial yang menjadi ladang keuntungan oknum tertentu.
Jika benar terjadi penyalahgunaan wewenang dalam proyek ini, maka langkah hukum yang diambil oleh Kejaksaan sudah tepat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf f menegaskan bahwa Kepala Desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3, menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan karena jabatan sehingga merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Ditambah lagi, Permendesa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 secara tegas mengatur bahwa setiap kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa wajib memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan tidak boleh hanya sebatas kegiatan administratif atau simbolis.
Kabar ini menjadi sinyal keras bagi seluruh aparat desa di Indonesia agar berhati-hati dalam mengelola Dana Desa.
Dunia maya kini terus memantau perkembangan kasus ini, dan publik menuntut transparansi penuh dari pihak Kejaksaan, Dinas PMD, hingga pemerintah daerah. Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kacabjari Muara Tembesi belum memberikan keterangan resmi, namun sumber internal menyebutkan bahwa pemeriksaan masih berlangsung dan berpotensi meluas ke pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proses penganggaran.
Tim Sigap91News.com belum berhasil melakukan konfirmasi langsung kepada pihak Kacabjari Muara Tembesi maupun Dinas PMD Kabupaten Batang Hari karena keterbatasan waktu pada hari ini. Namun, redaksi akan terus menelusuri perkembangan terbaru kasus ini dan berkomitmen memberikan informasi yang akurat serta berimbang kepada publik.
Aktivis antikorupsi menilai kasus ini sebagai potret nyata lemahnya pengawasan terhadap Dana Desa, sementara masyarakat berharap agar hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika dugaan ini terbukti, maka bukan hanya citra pemerintahan desa yang tercoreng, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap aparatur negara yang selama ini dipercaya mengelola keuangan publik.
Dunia maya kini menanti akhir dari kisah yang mengguncang Batang Hari ini. Apakah kasus website desa bernilai Rp15 juta per desa ini hanya akan menjadi isu viral sesaat, atau benar-benar menjadi pintu pembuka penegakan hukum terhadap penyalahgunaan Dana Desa di bumi Serentak Bak Regam. Satu hal pasti: publik tidak lagi mau dibodohi oleh proyek “digitalisasi semu” yang justru menguapkan uang rakyat tanpa hasil nyata.(red)**







