π Sabtu, 8 Februari 2025
π° Sigap91News.com
Batang Hari, Jambi β Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Muara Tembesi, Drs. Fauzan, dengan tegas menolak penerapan asas dominus litis dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Menurutnya, aturan ini tidak hanya merusak sistem peradilan, tetapi juga membuka celah penyalahgunaan wewenang serta menghilangkan prinsip checks and balances dalam hukum di Indonesia.
“Asas dominus litis ini ibarat memberikan kekuasaan absolut kepada Kejaksaan. Jaksa bisa menentukan sendiri jalannya perkara, dari penyelidikan hingga penuntutan, tanpa mekanisme pengawasan yang jelas. Ini bukan reformasi hukum, ini langkah mundur menuju monopoli peradilan!” tegas Drs. Fauzan kepada Sigap91News.com, Sabtu (8/2).
Apa Itu RKUHAP dan Asas Dominus Litis?
RKUHAP merupakan revisi dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur tata cara penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga persidangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Salah satu poin paling kontroversial dalam revisi ini adalah pemberian kewenangan penuh kepada Jaksa untuk mengendalikan seluruh proses hukum, dikenal sebagai asas dominus litis.
Dengan asas ini, Jaksa menjadi satu-satunya pihak yang berwenang menentukan apakah sebuah perkara naik ke penyidikan, dilanjutkan ke persidangan, atau justru dihentikan.
Ancaman Serius: Hukum Bisa Diperjualbelikan!
Fauzan menyoroti ancaman besar dari aturan ini, di mana Kejaksaan tidak hanya diberi kewenangan melakukan penyelidikan sendiri, tetapi juga dapat mengintervensi penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Bahkan, Jaksa memiliki hak penuh untuk menentukan kapan sebuah kasus diproses atau dihentikan.
“Jika aturan ini diterapkan tanpa pengawasan ketat, hukum bisa dengan mudah menjadi alat kepentingan politik dan ekonomi. Jangan sampai kita melegalkan kekuasaan tanpa batas di tangan satu institusi!” ujarnya dengan nada serius.
Ia juga menegaskan bahwa revisi ini tidak boleh hanya memperbesar kewenangan Jaksa tanpa adanya kontrol ketat dan transparansi.
“Masalah utama Kejaksaan saat ini bukan kurangnya kewenangan, tetapi kurangnya integritas! Jika revisi ini dipaksakan, maka kita hanya akan melahirkan lembaga superpower tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang memadai,” cetusnya.
DPR Harus Peka, Jangan Buta Kepentingan!
Fauzan juga mendesak DPR RI agar tidak asal mengesahkan aturan ini tanpa mempertimbangkan dampak luasnya terhadap sistem hukum di Indonesia.
“Kita lihat nanti, apakah DPR benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat atau justru menjadi perpanjangan tangan kelompok tertentu. Jika revisi ini tetap dipaksakan, jangan salahkan jika gelombang penolakan dari masyarakat akan semakin besar!” tandasnya.
Sebagai catatan, asas dominus litis dalam revisi ini memberikan Jaksa kuasa penuh untuk menentukan kelanjutan sebuah perkara sejak tahap penyelidikan hingga penuntutan. Meskipun diklaim dapat mempercepat proses hukum, banyak pihak menilai aturan ini justru melemahkan prinsip pembagian kekuasaan dan meningkatkan potensi penyalahgunaan wewenang.
“Kita tidak menolak reformasi hukum, tetapi reformasi harus berlandaskan prinsip keadilan, bukan malah menciptakan lembaga dengan kekuasaan tanpa batas. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi titik awal kehancuran sistem peradilan kita!” pungkas Fauzan.
π΄ Sigap91News.com | Cepat, Akurat, dan Terpercaya! ***