Muara Bulian, 5 Januari 2025 – Tokoh masyarakat Batang Hari, Eso Pamenan, memberikan pandangan kritis terkait peran wartawan, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan advokat dalam masyarakat. Ia menegaskan bahwa meskipun ketiganya memiliki peranan penting, menggabungkan peran-peran ini dalam satu individu berpotensi menciptakan konflik kepentingan yang dapat merusak integritas dan kepercayaan publik.
“Setiap profesi memiliki tanggung jawab yang jelas. Wartawan berfokus pada penyampaian informasi yang objektif dan berimbang, LSM berperan sebagai pendamping masyarakat dalam advokasi, sementara advokat memberikan perlindungan hukum. Jika ketiganya digabungkan dalam satu individu, maka dikhawatirkan akan muncul benturan kepentingan yang mengganggu independensi dan netralitas,” ungkap Eso Pamenan dalam keterangannya pada Jumat (5/1).
Pandangan ini sejalan dengan Seruan Dewan Pers Nomor 02/S-DP/XI/2023, yang menegaskan pentingnya wartawan untuk menjaga independensi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dewan Pers juga mengingatkan agar wartawan tidak merangkap profesi lain yang dapat memengaruhi netralitasnya, seperti menjadi anggota LSM atau advokat.
“Independensi adalah prinsip dasar dalam profesi wartawan. Jika wartawan merangkap peran lain, bagaimana ia bisa menyampaikan informasi yang objektif dan bebas dari kepentingan?” tegas Dewan Pers dalam seruan resminya.
Prinsip ini tercantum pula dalam Kode Etik Jurnalistik Indonesia, yang mewajibkan wartawan untuk menyajikan berita secara berimbang, menjaga integritas, serta menghindari tindakan yang dapat merusak kepercayaan publik.
Namun, Eso Pamenan melihat bahwa kolaborasi antara wartawan, LSM, dan advokat dapat memberikan dampak yang lebih besar daripada menggabungkan peran tersebut. “Sinergi antara media, LSM, dan advokat akan lebih efektif. Media menyampaikan informasi yang kredibel, LSM mendampingi masyarakat di lapangan, dan advokat memberikan dukungan hukum. Dengan bekerja sama, ketiga pihak ini dapat menciptakan dampak sosial yang lebih signifikan,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa kolaborasi ini harus tetap berlandaskan pada prinsip profesionalisme dan etika dari masing-masing bidang agar terhindar dari keraguan publik.
“Yang kita butuhkan adalah kerja sama yang saling mendukung, bukan penyatuan peran. Kolaborasi yang sehat dan terarah akan menghasilkan perubahan yang lebih konkret,” tutupnya.
Pernyataan Eso Pamenan mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan yang berharap pendekatan ini dapat diterapkan untuk memperkuat keadilan sosial dan penegakan hukum di Batang Hari serta daerah lainnya.
Buku Wartawan Main Dua Kaki karya George Aditjondro menyajikan catatan perjuangan seorang wartawan yang terlibat dalam Tim-Tim pada tahun 1974. Dalam buku ini, Aditjondro mengungkapkan dinamika dan tantangan yang dihadapi wartawan dalam situasi politik yang penuh gejolak. Ia juga membahas bagaimana peran wartawan dapat memengaruhi persepsi publik terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.
Buku ini memberikan wawasan mendalam tentang etika jurnalistik, konflik kepentingan, serta tantangan yang dihadapi wartawan dalam menjalankan tugasnya di tengah situasi politik yang kompleks. Melalui pengalaman pribadi Aditjondro, pembaca dapat memahami bagaimana seorang wartawan berusaha menjaga integritas dan objektivitasnya dalam melaporkan peristiwa-peristiwa yang penuh kontroversi.
Sumber:
Seruan Dewan Pers Nomor 02/S-DP/XI/2023
Kode Etik Jurnalistik Indonesia
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers