Jambi, 15 Desember 2014 – Polemik pungutan liar (pungli) di jalur angkutan batubara kembali memanas. Sopir-sopir truk batubara mengeluhkan maraknya pungli yang terjadi di sepanjang jalan nasional dari Desa Koto Boyo, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batang Hari hingga Kota Jambi, terutama jika melintas di atas pukul 22.00 WIB. Keluhan ini viral di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan platform berita online, menuai pro dan kontra di masyarakat.
Pungli diduga dilakukan oleh oknum warga yang berdalih memprotes dampak operasional tambang batubara. Namun, aksi ini memicu keresahan, terutama setelah beredar video yang menunjukkan beberapa pelaku membawa senjata tajam.
Peran Perusahaan Tambang Dipertanyakan
Di tengah situasi ini, masyarakat menyoroti kewajiban perusahaan tambang batubara yang menggunakan jalan nasional untuk operasional. Sejumlah pihak mempertanyakan apakah perusahaan telah memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) mereka kepada warga terdampak.
Menurut aturan pemerintah, perusahaan tambang yang menggunakan jalan umum wajib:
1. Membangun Jalan Khusus: Agar operasional tambang tidak mengganggu aktivitas warga dan mengurangi kerusakan jalan nasional.
2. Memberikan Kompensasi: Meliputi bantuan infrastruktur, program pemberdayaan masyarakat, atau bentuk dukungan lainnya untuk masyarakat di sekitar jalur tambang.
3. Mematuhi Jam Operasional: Truk batubara dilarang melintas di jalan umum di luar waktu yang ditentukan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak perusahaan tambang belum menjalankan kewajiban ini secara maksimal. Hal ini membuat warga merasa dirugikan, sehingga memicu protes dan aksi pungli.
Sulitnya Lapangan Kerja Jadi Alasan
Kondisi ekonomi yang sulit di Kabupaten Batang Hari turut menjadi alasan di balik maraknya aksi pungli. Beberapa warga mengaku terpaksa melakukannya karena kurangnya lapangan pekerjaan dan minimnya perhatian dari perusahaan tambang.
“Perusahaan tambang enak-enak pakai jalan umum, tapi warga yang kena dampak tidak pernah dapat bantuan. Ini protes warga karena tidak ada pilihan lain,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Pemerintah dan Aparat Diminta Bertindak Tegas
Para sopir angkutan batubara mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk segera mengatasi situasi ini. Mereka berharap pemerintah memastikan perusahaan tambang memenuhi kewajibannya sekaligus memberantas aksi pungli yang meresahkan.
“Kami sopir jadi korban. Di satu sisi, jalan rusak dan biaya operasional naik, di sisi lain, harus hadapi pungli di sepanjang jalan. Kami harap pemerintah tegas kepada perusahaan tambang dan warga yang pungli,” ujar seorang sopir truk yang viral di TikTok.
Langkah nyata dari pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini. Tanpa itu, konflik antara warga, sopir, dan perusahaan tambang berpotensi terus berlanjut.
Sumber:*
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018.
Media Sosial (TikTok & Instagram) Desember 2024.